Terlibat Korupsi, Bendahara Desa di Nganjuk di Tahan Kejaksaan
Nganjuk, NNews.co.id – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Nganjuk melakukukan penahanan terhadap Darmaji, Bendahara Desa Banaran Kulon, Kecamatan Bagor, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, Kamis (24/10/2024).
Hal itu dibenarkan oleh Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kabupaten Nganjuk, Ika Mauluddhina. Darmaji ditahan lantaran tersandung kasus dugaan korupsi.
Pihaknya menahan Darmaji atas perkara dugaan korupsi dalam penyalahgunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) terkait kegiatan sertifikasi tanah kas Desa Banaran Kulon, tahun anggaran 2021.
“Kami menetapkan Darmaji sebagai tersangka dugaan kasus dugaan korupsi dalam penyalahgunaan APDes,” jelas Ika Mauluddhina, Kamis (24/10/2024)
Ika menjelaskan, kasus ini bermula adanya kepakatan tukar guling antara tanah milik warga dengan tanah milik pemerintah desa pada 1986.
“ Pada saat itu, Pemerintah Desa (Pemdes) Banaran Kulon ingin memiliki fasilitas umum, antara lain lapangan sepak bola,”tuturnya
Lalu, ucap Ika lebih lanjut, Pemdes menjadikan empat bidang tanah warga desa untuk dijadikan lapangan sepak bola dan melepaskan enam bidang tanah milik Desa (6 bidang tanah) sebagai tanah pengganti dengan luas sekitar 19.560 meter persegi.
“Tapi dari 1986 belum ada kejelasan sertifikat atas tukar guling tanah kas desa yang telah dilaksanakan. Karenanya, di 2021 dianggarakan dalam APBDes untuk Kegiatan sertifikasi tanah kas desa sebesar Rp 187.298.950,” jelasnya.
Namun dalam pelaksanannya, Ika menjelaskan, bahwa anggaran yang dapat direalisasikan hanya sebesar Rp24.438.950. Anggaran itu diperuntukkan operasional dan pembelian administrasi persiapan sertifikasi tanah kas desa.
“Mengingat telah di akhir bulan tahun anggaran dan proses dalam membuat sertifikat tanah tersebut membutuhkan proses yang panjang, maka sisa Rp 162.860.000 harus dikembalikan ke kas desa,” katanya
Sebagai bendahara desa, sudah seharusnya tugas Darmaji menyetorkan sisa anggaran itu ke rekening kas desa. Namun, Darmaji justru menggunakan sisa anggaran itu untuk keperluan sehari-hari.
“Tersangka tidak menyetorkannya kembali ke rekening kas Desa Banaran Kulon sebagai sisa lebih pembiayaan anggaran (Silpa). Sehingga pada tahun 2022-2024 kegiatan setifikasi tanah kas desa tidak dapat dilaksanakan,” tambahnya.
Tersangka diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001, subsidair Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001.
“Berdasarkan ketentuan Pasal 21 ayat (1) KUHAP, Tim penyidik melakukan penahanan rutan selama 20 hari terhitung hari ini sampai 12 November 2024,” pungkasnya.
Hariadi Soewandito