Eigenrichting, Tindakan Polres Nganjuk Sudah Tepat
Nganjuk, NNews.co.id – Akhir-akhir ini, budaya main hakim sendiri (eigenrichting) mengemuka di seluruh pelosok tanah air. Hal tersebut tentunya menjadi fenomena budaya hukum yang sangat memiriskan hati.
Semua pelaku kriminal yang tertangkap massa dihakimi dengan cara yang sadis, dianiaya sekalipun dia hanya mencuri seekor ayam saja. Bahkan di suatu desa di Jawa Timur telah ada kesepakatan sosial lokal (gewoonterecht) bagi pencuri sapi yang tertangkap tiada lagi hukuman yang adil baginya kecuali dibakar sampai ‘meng-arang’ dengan ban terbakar yang dikalungkan di lehernya.
Kasus eigenrichting (vigilante justice) yang berujung maut baru saja terjadi di Desa Blongko, Kecamatan Ngetos, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, dimana JA (60), seorang pria warga desa setempat tewas dikeroyok massa lantaran dicurigai sebagai pelaku pencurian kambing.
Beberapa pertanyaan yang mendasar tentu menyeruak di pikiran kita: (1) Mengapa masyarakat kita berbudaya hukum seperti itu? (2) Mengapa hukum kita (ius constitutum) sebagai sarana pengendali sosial tidak mampu mencegah vigilante justice ini?.
Padahal pada tataran ‘modern human civilization’ norma hukum dibutuhkan untuk mengatur ketertiban dan kepatuhan masyarakat agar harmoni dan keteraturan sosial itu tercapai. Bila budaya main hakim ini dibiarkan maka terkikislah kedahsyatan hukum sebagai institusi sosial yang mengatur kehidupan masyarakat.
Menurut Dr. Wahju Prijo Djatmiko, seorang pakar hukum, respon Satreskrim Polres Nganjuk yang menjerat para pelaku dengan Pasal 170 ayat (3) KUHP, terkait pengeroyokan yang menyebabkan korban meninggal dunia, serta Pasal 406 KUHP terkait upaya pembakaran barang milik korban sangat perlu diapresiasi dan sudah tepat sekali.
Disamping itu, LKHPI berharap agar analisis secara komprehensif perlu dilakukan oleh Penyidik untuk mengungkap fenomena dibalik kejadian tersebut. Penetapan status tersangka terhadap para pengeroyok oleh Polri merupakan respon yang tepat karena tindak pidana pembunuhan merupakan kejahatan yang paling serius terhadap kemanusiaan.
“ Menghilangkan nyawa manusia merupakan kejahatan yang sangat berat dan dianggap sebagai perbuatan yang tidak berkemanusiaan. Dalam konteks ini, pihak kepolisian telah mewujudkan adanya upaya perlindungan kepentingan hukum atas kejahatan terhadap nyawa,”tegas Dr. Wahju Prijo Djatmiko, saat ditemui awak media NNews.co.id, Selasa (14/3/2023)
Dr. Wahju Prijo Djatmiko menambahkan, Polri dalam mengemban fungsi utama tugas pokoknya sebagaimana amar Pasal 13 UU No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara menyatakan bahwa Polisi bertugas untuk memelihara Harkamtibmas, menegakan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.
“ Dengan demikian himbauan Polres Nganjuk untuk mendorong masyarakat melaporkan informasi terkait adanya tindak pidana yang terjadi di wilayah hukum Kabupaten Nganjuk merupakan semangat protagonis Polri dalam mengemban tugas Harkamtibmasnya,”tandasnya. (Hariadi)