Nganjuk, NNews.co.id – Dibalik peresmian Bendungan Semantok yang diresmikan langsung oleh Presiden RI Joko Widodo, Selasa (20/12/2022) terdapat sejarah yang tak banyak orang mengetahui asal muasalah Bendungan Semantok.
Asal muasal Bendungan Semantok yang terletak di Dusun Kedungpingit, Desa Sambikerep, Kecamatan Rejoso, Kabupaten Nganjuk ini, merupakan gagasan awal dara para petani yang merasa gagal panen dari tahun ketahun, akibat ribuan hektar sawahnya yang tak bisa teraliri air pada musim kemarau.
Kuswodiono warga Desa Talang, Kecamatan Rejoso, yang saat itu menjabat sebagai kepala UPTD Dinas Pengairan ini, menampung aspirasi para petani dan mengusulkan kepada Bupati Nganjuk Taufiqurrahan yang menjabat saat itu.
Bupati menyetujui dan memerintahkan kepada Gunawan Widagdo sebagai kepala Bappeda Kabupaten Nganjuk saat itu untuk melakukan presentasi bersama Kuswodiono di kementrian PUPR Jakarta pada malam 27 poso tahun 2017.
“ Hingga akhirnya, pada tahun 2002 berhasil disetujui dan dibuatkan sketsa pembangunan Bendungan Semantok terpanjang se asia tersebut,”ujar Kuswodiono,
Dan mulai Desember 2017 waduk ini dibangun dengan desain daya tampung air sebesar 32,67 m3, dengan panjang 18,19 km. Hingga tahun 2022 ini baru dinyatakan rampung dan diresmikan oleh Presiden Joko Widodo.
Nama “ Semantok”, lanjut Kuswodiono, diambil dari topografi Belanda, dimana sebelum ada Bendungan Semantok di Desa Sambikerep ke barat ada sungai Tarik, ke utara sungai Berengko. ” nah di titik pertemuan dua sungai itulah, saya jadikan satu dan saya namakan semantok” jelasnya
Ia yang kini menjabat sebagai Ketua Forum Peduli Sumber Daya Air, berterimakasih kepada Presiden Jokowi yang sudah membangun dan meresmikan Bendungan Semantok harapan ribuan petani tersebut.
Namun ia juga mengaku kecewa, karena hingga Bendungan Semantok rampung namun tidak juga dibangun suplisi atau sudetan dari Bendungan Semantok ke saluran induk Widas Utara sesuai keinginan para petani
Disamping itu, ia juga sebagai pencetus Bendungan Semantok ia tidak diundang dalam peresmian tersebut dan apa lagi diberi pengahragaan oleh pemerintah, jauh dari impiannya.
Hariadi Soewandito