Dua Nenek Serumah, Hidup Dihutan Dan Tak Memiliki Tetangga

Nganjuk, NNews.co.id – Tahun 2021, identik dengan hidup modern dan millenial, namun ternyata masih ada sejumlah orang yang lebih memilih hidup dihutan, seperti yang dialami oleh dua nenek di Nganjuk Jawa Timur. Meski memiliki anak di kota besar, namun ia memilih membangun rumah kayu di tengah hutan, tentunya tak miliki tetangga.
Di kawasan hutan Kabupaten Nganjuk, tepatnya di BKPH Tritik, RPH Kedungrejo, Petak 254, KPH Nganjuk Jawa Timur, terdapat satu rumah kayu yang jauh dari perkampungan, dan dihuni oleh dua nenek selama 67 Tahun.
Untuk menuju rumah yang dihuni oleh Nenek Sukinah, Alias Mbah Sablah 64 Tahun, dan Nenek Suminem 54 Tahun ini harus menempuh jarak 7 kilometer dari Desa Ngadiboyo Kecamatan Rejoso Kabupaten Nganjuk.
Nenek Suminem terlihat masih kuat secara fisik, sementara Nenek Sukinah memiliki cacat fisik kedua matanya buta, sehingga tak bisa bekerja. Tiap harinya suminem harus melayani sukinah baik makan dan minum.
Menurut Suminem, gubuk kayu miliknya, yang berada di dusun Magersari Desa Kedungrejo Kecamatan Saradan Kabupaten Madiun Ini, merupakan rumah peninggalan nenek moyangnya. Ayahnya bernama ngadiso merupakan pejuang 1945, dan gugur dimedan perang, dan hanya meninggalkan rumah gubuk ditengah hutan.
Sementara ibunya bernama Sukemi, yang merupakan pekerja sosial sebagai Guru SLB di desanya pada masa itu. Sebab pada Tahun 1950 pasca kemerdekaan, dihutan tersebut ada sebanyak 140 kepala keluarga, dan anak anaknya di ajari pendidikan sekolah oleh Sukemi.
Hingga akhirnya Sukemi meninggal dan tidak memberikan warisan apapun kecuali rumah kayu yang ada ditengah hutan tersebut. Dan pada tahun 1982 ada program bedol desa, sehingga 139 kepala kelaurga memilih bedol desa. Sementara Suminem memilih bertahan seorang diri.
Suminem akhirnya kenal dengan Mbah Sukinah,warga asal Dusun Sidokerso Desa Banaran Kecamatan Bagor Kabupaten Nganjuk, dan memilih hidup bersama di hutan.
Keduanya seorang janda, yang tak punya warisan dan rumah. Di dalam hutan, ia mengandalkan hidup dengan bercocok tanam singkong, sebagai makanan sehari hari.
Ia juga memiliki sejumlah kambing sebagai peliharaannya, serta burung hutan. Untuk masak masih menggunakan kayu hutan, sementara penerangan menggunakan energi dari tenaga surya bantuan dari Pemkab Nganjuk.
Namun dengan daya yang sangat terbatas, dan hanya untuk satu lampu saja. Jika terjadi padam, ia terpaksa menggunakan lampu Cublik, atau lampu dengan bahan bakar minyak tanah.
Semntara menurut Mokhammad Hamim Asisten Perhutani BKPH Tritik Kabupaten Nganjuk. Membenarkan bahwa keduanya menempati hutan wilayah Nganjuk. Dengan status tanah hijau atau pola Magersaren, yaitu bisa menempati tanah hutan tapi tak bisa memiliki.
Pihak perhutani juga mengucapkan terimakasih kepada kedua nenek tersebut, karena juga bisa menjaga hutan dengan baik.
“ Memang benar dua Nenek ini, menempati hutan wilayah Nganjuk. Dengan status tanah hijau atau pola Magersaren, yaitu bisa menempati tanah hutan tapi tak bisa memiliki. Kami ucapkan terimakasih, karena dua nenek ini bisa menjaga hutan dengan baik.” Ujar Mokhammad Hamim Asisten Perhutani BKPH Tritik Kabupaten Nganjuk
Keduanya berniat akan terus bertahan hidup didalam hutan, hingga akhir hayatnya. Ia merasa ada ketenangan, damai, jauh dari kebisingan dan hiruk pikuk perkotaan.
Reporter : Yesi Krismonita
Editor : Hariadi Soewandito